iRumah Perahu, Rumah Kenali
Bacaan untuk Anak
Tingkat SD Kelas 4, 5, dan 6
Dian Anggraini
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Rumah Perahu,
Rumah Kenali
MILIK NEGARA
TIDAK DIPERDAGANGKAN
RUMAH PERAHU, RUMAH KENALI
Penulis : Dian Anggraini
Penyunting : Wenny Oktavia
Ilustrator : InnerChild
Penata Letak : Decky R Risakotta
Diterbitkan pada tahun 2018 oleh
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Jalan Daksinapati Barat IV
Rawamangun
Jakarta Timur
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Isi buku ini, baik sebagian maupun seluruhnya, dilarang
diperbanyak dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari
penerbit, kecuali dalam hal pengutipan untuk keperluan
penulisan artikel atau karangan ilmiah.
PB
398.209 598
ANG
r
Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Anggraini, Dian
Rumah Perahu, Rumah Kenali/Dian Anggraini;
Penyunting: Wenny Oktavia; Jakarta: Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018
vii; 57 hlm.; 21 cm.
ISBN 978-602-437-448-8
1. CERITA ANAK-INDONESIA
2. KESUSASTRAAN ANAK-INDONESIA
iiiRumah Perahu, Rumah Kenali
Sambutan
Sikap hidup pragmatis pada sebagian besar masyarakat Indonesia
dewasa ini mengakibatkan terkikisnya nilai-nilai luhur budaya bangsa.
Demikian halnya dengan budaya kekerasan dan anarkisme sosial turut
memperparah kondisi sosial budaya bangsa Indonesia. Nilai kearifan
lokal yang santun, ramah, saling menghormati, arif, bijaksana, dan religius
seakan terkikis dan tereduksi gaya hidup instan dan modern. Masyarakat
sangat mudah tersulut emosinya, pemarah, brutal, dan kasar tanpa
mampu mengendalikan diri. Fenomena itu dapat menjadi representasi
melemahnya karakter bangsa yang terkenal ramah, santun, toleran, serta
berbudi pekerti luhur dan mulia.
Sebagai bangsa yang beradab dan bermartabat, situasi yang demikian
itu jelas tidak menguntungkan bagi masa depan bangsa, khususnya dalam
melahirkan generasi masa depan bangsa yang cerdas cendekia, bijak
bestari, terampil, berbudi pekerti luhur, berderajat mulia, berperadaban
tinggi, dan senantiasa berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Oleh
karena itu, dibutuhkan paradigma pendidikan karakter bangsa yang tidak
sekadar memburu kepentingan kognitif (pikir, nalar, dan logika), tetapi
juga memperhatikan dan mengintegrasi persoalan moral dan keluhuran
budi pekerti. Hal itu sejalan dengan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu fungsi
pendidikan adalah mengembangkan kemampuan dan membangun watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa dan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Penguatan pendidikan karakter bangsa dapat diwujudkan
melalui pengoptimalan peran Gerakan Literasi Nasional (GLN) yang
memumpunkan ketersediaan bahan bacaan berkualitas bagi masyarakat
Indonesia. Bahan bacaan berkualitas itu dapat digali dari lanskap dan
perubahan sosial masyarakat perdesaan dan perkotaan, kekayaan
bahasa daerah, pelajaran penting dari tokoh-tokoh Indonesia, kuliner
Indonesia, dan arsitektur tradisional Indonesia. Bahan bacaan yang
digali dari sumber-sumber tersebut mengandung nilai-nilai karakter
iv Rumah Perahu, Rumah Kenali
bangsa, seperti nilai religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif,
mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah
air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli
lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Nilai-nilai karakter bangsa
itu berkaitan erat dengan hajat hidup dan kehidupan manusia Indonesia
yang tidak hanya mengejar kepentingan diri sendiri, tetapi juga berkaitan
dengan keseimbangan alam semesta, kesejahteraan sosial masyarakat,
dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Apabila jalinan ketiga hal
itu terwujud secara harmonis, terlahirlah bangsa Indonesia yang beradab
dan bermartabat mulia.
Salah satu rangkaian dalam pembuatan buku ini adalah proses
penilaian yang dilakukan oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuaan. Buku
nonteks pelajaran ini telah melalui tahapan tersebut dan ditetapkan
berdasarkan surat keterangan dengan nomor 13986/H3.3/PB/2018 yang
dikeluarkan pada tanggal 23 Oktober 2018 mengenai Hasil Pemeriksaan
Buku Terbitan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Akhirnya, kami menyampaikan penghargaan dan ucapan terima
kasih yang setulus-tulusnya kepada Kepala Pusat Pembinaan, Kepala
Bidang Pembelajaran, Kepala Subbidang Modul dan Bahan Ajar beserta
staf, penulis buku, juri sayembara penulisan bahan bacaan Gerakan
Literasi Nasional 2018, ilustrator, penyunting, dan penyelaras akhir atas
segala upaya dan kerja keras yang dilakukan sampai dengan terwujudnya
buku ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi khalayak untuk
menumbuhkan budaya literasi melalui program Gerakan Literasi Nasional
dalam menghadapi era globalisasi, pasar bebas, dan keberagaman hidup
manusia.
Jakarta, November 2018
Salam kami,
ttd
Dadang Sunendar
Kepala Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa
vRumah Perahu, Rumah Kenali
Sekapur Sirih
B
erbicara tentang Provinsi Lampung tidak
akan pernah habis. Selalu menarik untuk
ditelisik. Apalagi, Lampung memiliki arsitektur
tradisional yang sangat unik.
Rumah perahu salah satunya. Rumah panggung
yang berjejer rapi di bawah Gunung Pesagi memiliki
makna loso yang patut kita ketahui bersama.
Saat ini masyarakat Kenali masih memegang teguh
adat istiadatnya. Salah satu contohnya, rumah perahu
yang masih gagah berdiri di Kota Bandarlampung,
dihimpit bangunan modern.
Buku ini akan mengenalkan lebih dekat rumah
tradisional tahan gempa. Melalui tokoh Emak, Zul, dan
Muli, pembaca akan mengenal rumah perahu dari sisi
yang berbeda.
Selanjutnya, penulis ingin menyampaikan tahniah
dan terima kasih yang tulus kepada berbagai pihak
yang telah mewujudkan buku ini. Ucapan terima kasih
dihaturkan penulis kepada Badan Pembinaan dan
vi Rumah Perahu, Rumah Kenali
Pengembangan Bahasa, Jakarta yang telah memberikan
kesempatan penulis berpartisipasi dalam Gerakan
Literasi Nasional sejak 2016. Ucapan kedua teruntuk
Kepala Kantor Bahasa Provinsi Lampung, Dra. Yanti
Riswara, M.Hum. yang telah memberikan kepercayaan
kepada penulis, teruntuk rekan-rekan di Kantor Bahasa
Lampung yang tiada henti memberikan dukungan, dan
teruntuk Rislan Syarief yang telah menginspirasi penulis
melalui bukunya berjudul “Pengaruh Warisan Budaya
Perahu pada Arsitektur Tradisional di Lampung”.
Ucapan terima kasih secara khusus penulis haturkan
kepada keluarga besar Kiagus Abdurachman Effendi
terutama untuk Kgs. Kaisar Dee Rabbani dan Nyayu
Kamila Bee Andra yang tak pernah bosan untuk menjadi
pembaca pertama.
Semoga buku ini bermanfaat bagi kita semua.
Amin
Bandarlampung, Oktober 2018
Salam saya,
Penulis
viiRumah Perahu, Rumah Kenali
Daftar Isi
Sambutan ........................................................ iii
Sekapur Sirih ................................................. v
Daftar Isi .......................................................... vii
Kegundahan Mak........................................... 1
Rumah Perahu ............................................... 11
Masih Disayang Tuhan ................................. 19
Pertolongan yang Tak Terduga ................. 27
Indahnya Gotong Royong ............................ 35
Kebahagiaan bagi Semua ............................ 43
Glosarium ........................................................ 51
Biodata Penulis .............................................. 53
Biodata Penyunting ...................................... 55
Biodata Ilustrator.......................................... 56
viii Rumah Perahu, Rumah Kenali
1Rumah Perahu, Rumah Kenali
S
edari malam hujan terus saja mengguyur
Bandarlampung. Udara yang begitu dingin
membuat orang enggan membuka mata. Tak
terkecuali Muli.
Gadis kecil berbalut piyama biru itu memilih
kembali menarik selimut. “Hoam,” Muli menggeliatkan
tubuhnya.
Kegundahan Mak
2 Rumah Perahu, Rumah Kenali
3Rumah Perahu, Rumah Kenali
“Muli, ayo bangun. Sekarang sudah pukul 06.00.
Kamu harus ke sekolah,” tetiba terdengar suara Mak
dari balik pintu.
Namun, Muli tidak juga berangkat dari tempat
tidurnya. Mak yang sedari tadi berulang kali melihat
jam dinding yang terus bergerak tampak semakin was-
was. “Duh, Muli ini,” kata Mak penuh khawatir.
“Ayo bangun, Muli. Nanti kamu terlambat.
Ini hari Senin, lo. Bukannya kamu menjadi petugas
upacara?” ujar Mak sambil menarik selimut yang
menutupi seluruh tubuh Muli.
“Lima menit lagi ya, Mak. Aku masih mengantuk,”
jawabnya singkat.
Melihat tingkah laku anak bungsunya ini, Mak
terdiam sesaat dan tak lama kemudian ia langsung
tersenyum. Aha, Mak punya cara jitu agar Muli
membuka matanya.
“Kalau tidak segera bangun, kue serabi
kesukaanmu pasti dihabiskan Abang.”
Mendengar perkataan Mak, Muli pun langsung
melompat dari tempat tidur. “Huhuhu. Awas kalau
4 Rumah Perahu, Rumah Kenali
sampai dihabiskan Abang,” gerutunya sambil berlari
tergopoh-gopoh menuju dapur.
Melihat hal itu, Mak pun tersenyum simpul. Mak
sudah paham betul kalau urusan kue serabi pasti Muli
tidak ingin bagiannya diambil orang lain.
Kue tradisional khas dari Lampung Pesisir
tersebut memang memiliki cita rasa yang spesial.
Gurihnya parutan kelapa muda berpadu dengan tepung
beras menjadikan serabi kue yang enak untuk disantap.
Tak salah bila Muli begitu menyukai kue tersebut.
Jeleduk ..., aduh ...!
Tetiba terdengar suara Muli mengaduh kesakitan.
Mendengar itu, Mak pun bergegas menuju asal suara
tersebut.
“Muli, kamu kenapa?” tanya Mak sambil
mengangkat tubuh Muli yang sedang meringis
kesakitan.
“Pantatku, Mak. Sakit,” kata Muli meringis
kesakitan.
Tak lama kemudian, Zul pun datang mendekat.
“Ada apa, Mak? Muli kenapa?” tanya Zul kebingungan.
5Rumah Perahu, Rumah Kenali
Melihat rambut Zul yang masih dipenuhi busa
sampo, Muli tertawa dan lupa dengan sakitnya. “Mak,
lihat, Mak, rambut Abang ada saljunya.”
Mak pun menoleh dan ikut tertawa melihat
rambut Zul tersebut. “Sudah sana, Zul. Lanjutkan
mandimu. Hati-hati anak tangga di belakang sudah
rapuh,” kata Mak.
Zul terlihat bingung dan buru-buru menuju
kamar mandi yang berada di luar rumah.
“Lihat, Mak,” kata Muli sambil menunjuk ke arah
lantai. Rupa-rupanya saat hendak mengambil piring
Muli terpeleset. Papan sebagai lantai rumah rupanya
licin karena terkena tetesan hujan.
Melihat itu, Mak langsung mengambil lap bersih
di lemari belakang. Tak lupa pula, Mak membawa
ember plastik yang terletak di dekat meja.
Musim hujan seperti ini membuat hati Mak
begitu gundah. Bukan karena tidak mensyukuri nikmat
yang Tuhan berikan, melainkan keadaan rumah yang
semakin memprihatinkan.
6 Rumah Perahu, Rumah Kenali
Kemarin kasur di kamar Zul nyaris saja basah
karena tetesan hujan yang merembes dari atap sebelah
kanan. Belum lagi tetesan hujan di ruang tamu yang
membuat lantai menjadi licin. Kalau sudah hujan
begini, ember bertebaran di berbagai sudut rumah.
Sebenarnya Mak ingin menggunakan sejumlah
uang yang ditinggalkan Bak (Ayah) untuk merenovasi
rumah. Mak khawatir lambat laun rumah ini akan
semakin rusak dan membahayakan mereka.
Namun niat tersebut diurungkan. Mak teringat
pesan Bak bahwa Zul dan Muli harus mendapatkan
pendidikan yang tinggi seperti anak lainnya. Dengan
demikian, mereka bisa menjadi anak yang berguna,
bukan hanya untuk keluarga, melainkan pula untuk
lingkungan sekitar. Ah, Bak memang sosok ayah yang
sangat ideal.
“Bocor lagi, ya, Mak? Seharusnya Mak memanggil
tukang untuk membetulkannya,” kata Muli sambil
mengunyah kue serabi yang tinggal sepotong.
“Ya, Muli. Nanti Mak panggil Pak Said untuk
membetulkan bagian yang bocor,” jawab Mak dengan
suara yang pelan.
7Rumah Perahu, Rumah Kenali
Memanggil Pak Said sebenarnya tidaklah
memecahkan masalah yang ada. Pak Said hanya
membetulkan bagian yang bocor saja. Selesai dibetulkan
di tempat itu, besok atau minggu depan bocor akan
terjadi di bagian yang lain.
Minggu lalu, Pak Said membetulkan anak tangga
di bagian depan rumah. Beberapa anak tangga sudah
mulai rapuh. Oleh Pak Said anak tangga yang rapuh
diganti dengan kayu yang dibeli di panglong kayu
terdekat. Pesan Mak, sementara ini, yang penting anak
tangga itu masih bisa dilalui.
Memang sejak Bak meninggal empat tahun lalu,
semua pekerjaan rumah dilakukan Mak sendiri, mulai
dari mengganti lampu yang putus, memperbaiki kunci
pintu yang rusak, hingga membuat kandang bagi tiga
ekor ayam milik Muli.
Untuk menambah penghasilan, sehari-hari Mak
membuat kue tat yang dititipkan ke toko kue. Kue
tat buatan Mak sangat disukai banyak orang. Setiap
hari selain menitipkan di warung, Mak juga menerima
pesanan dari beberapa kantor terdekat.
8 Rumah Perahu, Rumah Kenali
Kue tat merupakan kue tradisional khas Lampung
bagian pesisir. Kue ini memiliki cita rasa yang unik.
Aroma rempahnya begitu mengugah selera. Selain itu,
selai nanas yang berada di bagian tengah kue menjadi
ciri khasnya.
Kue tat sangat mirip dengan kue nastar, sama-
sama menggunakan selai nanas. Hanya saja, kue tat
memiliki ukuran yang lebih besar dan memiliki aroma
rempah pilihan.
Oleh Mak kue tat dibuat dalam berbagai ukuran.
Ada yang berukuran satu loyang kue seukuran 20 x 20
cm, ada yang berukuran 10 x 20 cm, dan ada pula yang
berbentuk lebih kecil dengan bentuk yang lucu, seperti
bentuk bunga, bintang, ikan, segitiga, dan sebagainya.
Mak ingin kue tat bisa dinikmati oleh berbagai
kalangan. Tentu saja jika dibuat dengan ukuran yang
lebih kecil, harga jual juga lebih murah. Sangat berbeda
jika kue dibuat dalam ukuran yang besar.
******
9Rumah Perahu, Rumah Kenali
Pagi ini Zul dan Muli pergi ke sekolah menumpang
mobil Pak Rahman, tetangga rumah yang kebetulan
melewati sekolah mereka.
Biasanya mereka mengendarai sepeda untuk ke
sekolah. Kebetulan sekolah Muli bersebelahan dengan
sekolah Zul. Zul duduk di kelas 8 SMP sedangkan Muli
duduk di kelas 5 SD.
Jika hujan turun tidak begitu lebat, keduanya
masih mengendarai sepeda dengan menggunakan jas
hujan. Oleh Mak sepatu dan tas dibungkus plastik
sehingga tidak terkena tetesan hujan. Sampai di
sekolah, tas dan sepatu kemudian dipakai dan plastik
disimpan dalam tempat yang sudah disiapkan dari
rumah.
Karena hingga pukul 06.45 hujan tidak juga
reda, bahkan sesekali terdengar suara petir yang cukup
mengagetkan, Mak lalu menelepon Pak Rahman.
“Nanti siang, Mak jemput, ya. Muli tunggu saja
di depan ruang guru. Mungkin Mak agak telat karena
Tante Kamila akan datang lagi hari ini,” pesan Mak
sebelum mereka meninggalkan rumah.
10 Rumah Perahu, Rumah Kenali
“Mak, kata Ibu Guru, hari ini ada latihan rebana
untuk lomba di tingkat kecamatan. Jadi, Mak tidak
perlu buru-buru menjemput aku di sekolah, ya,” kata
Muli sembari mengikat tali sepatunya.
“Oh, alhamdulillah kalau begitu. Jadi, Mak tidak
tergesa-gesa datang ke sekolahmu, ya, Muli,” jawab
Mak bernapas lega. Mak memang harus pandai-pandai
mengatur waktu antara memerhatikan kedua buah
hatinya dan mengerjakan pekerjaan lainnya.
“Oh, ya, Zul. Jangan lupa uang komite sekolah
sudah Mak masukkan ke dalam tas bagian depan.
Sampaikan ke wali kelas, ya. Titip salam untuk beliau,”
tambah Mak lagi.
“Ya, Mak. Asalamualaikum,” jawab mereka
kompak sambil menyalami kedua belah tangan Mak.
Alaikum salam.”
11Rumah Perahu, Rumah Kenali
B
ak adalah anak laki-laki kedua di keluarganya.
Kakak laki-laki Bak, Alak (Paman), saat ini
masih tinggal di Kenali, Lampung Barat,
menempati lamban batih (sejenis rumah) milik Datuk.
Datuk telah lama membangun rumah ini. Datuk
ingin anak-anaknya bersekolah di kota sehingga dapat
menggapai cita-citanya. Jika dihitung-hitung rumah ini
telah berusia 30 tahun.
Rumah Perahu
12 Rumah Perahu, Rumah Kenali
Sebagai orang Lampung, datuk memiliki
tanggung jawab untuk menjaga kearifan lokal, termasuk
membangun rumah sesuai adat istiadat yang dimiliki.
Rumah ini merupakan rumah panggung yang tidak
terlalu tinggi, kira-kira 1,5 meter dari tanah. Atapnya
berbentuk persegi empat dengan sedikit penambahan
pada sisi atap ke arah samping.
Bahan utama rumah terbuat dari kayu ara. Kayu
ara merupakan kayu hutan yang berkualitas tinggi.
Sebagai penutup atap, Datuk menggunakan kombinasi
kayu dan bambu agar lebih ringan.
Saat dibangun pertama kali, atap rumah
masih menggunakan ijuk, tetapi sejak direhab Datuk
menggantinya dengan genting yang terbuat dari tanah
liat.
Lantai loteng yang semula menggunakan anyaman
bambu, kini telah berganti papan kayu.
Lantai resi atau lantai rumah bagian utama
menggunakan lantai papan setebal empat sentimeter.
Begitu pula dengan dinding rumah, menggunakan papan
yang dinamakan sesai.
13Rumah Perahu, Rumah Kenali
Struktur kerangka rumah menggunakan balok-
balok kayu segi empat yang sudah dihaluskan. Untuk
tiang bagian bawah digunakan kayu besar berbentuk
bulat.
Menariknya, rumah Datuk tidak menggunakan
paku, tetapi menggunakan tali ijuk, akar-akar, dan rotan
yang dikombinasikan dengan sistem pasak.
Tiang-tiang penyangga bagian bawah dan atas
rumah dihubungkan satu sama lain dengan ikatan-
ikatan kayu yang saling menjepit sehingga menjadi satu
kesatuan yang saling menunjang.
Tiang-tiang penyangga struktur bagian bawah juga
tidak ditanam ke dalam tanah, tetapi hanya bertumpu
pada batu. Jika dilihat sepintas, tumpukan batu ini
akan membuat rumah bergoyang, padahal inilah letak
kelebihan rumah tradisional dari Kenali ini. Selain
berfungsi untuk menahan kelapukan tiang kayu, batu
landasan juga berfungsi agar tiang rumah lebih lentur
menghadapai gaya horizontal yang terjadi saat gempa.
Saat membangun rumah, masyarakat Kenali
membagi tiga tingkatan rumah sebagai pencerminan tiga
peruntukan.
14 Rumah Perahu, Rumah Kenali
15Rumah Perahu, Rumah Kenali
Lapisan pertama merupakan dunia atas yang
dinamakan loteng. Tempat tersebut merupakan tempat
penyimpanan barang-barang pusaka yang tidak boleh
terkena bayangan. Tempat ini diyakini menjadi tempat
dewa-dewa atau roh nenek moyang tinggal. Dunia tengah
adalah tempat tinggal pemilik rumah dan dunia bawah
atau kolong rumah merupakan tempat penyimpanan
hewan ternak.
Rumah tradisonal Kenali sangat mudah untuk
dikenali. Pada puncak atapnya terdapat hiasan berupa
cincin dari bahan logam yang disebut culu langi.
Culu langi dipercaya sebagai jembatan bagi roh
nenek moyang untuk turun ke bumi dan naik ke angkasa.
Pada saat pemasangan culu langi, masyarakat Kenali
menggelar upacara adat yang menandakan bahwa pemilik
rumah memasuki kehidupan baru.
Pada tiang bangunan rumah terdapat gambar
binatang, seperti ular, naga, dan buaya. Hewan ini
menggambarkan alam bawah. Pada sisi bawah lis
penutup balok lantai untuk rumah gedung terlihat juga
motif-motif tumpal, ulir, dan spiral. Akan tetapi, ada pula
yang menggunakan hewan yang mirip cicak atau buaya.
16 Rumah Perahu, Rumah Kenali
Karena datuk merupakan tokoh adat, datuk
menggunakan ukiran-ukiran berbentuk tanduk sebagai
hiasan pada sudut pertemuan balok-balok utama untuk
penyangga lantai rumah. Ukiran-ukiran ini disebut juga
sebagai paguk dengan bentuk melengkung ke atas seperti
haluan perahu.
Paguk melambangkan kedudukan para penyimbang
adat dan bangsawan di dalam pelayarannya mengarungi
kehidupan, terutama dalam kehidupan masyarakat
bersamanya.
“Rumah ini sangat mirip dengan perahu. Apakah
ada loso di balik ini, Bu?” tanya perempuan yang sedari
tadi mendengar penjelasan Mak dengan terperinci.
Kamila, perempuan yang mengenakan gamis kotak-
kotak biru tersebut, adalah wartawan koran nasional yang
sejak kemarin mewawancarai Mak. Kuli tinta tersebut
ingin menggali informasi terkait rumah tradisional yang
tetap gagah berdiri di tengah bangunan modern.
“Ya, benar. Rumah tradisional ini melambangkan
perjalanan hidup manusia yang berawal dari kelahiran,
dewasa, perkawinan, dan kematian. Setiap manusia akan
17Rumah Perahu, Rumah Kenali
melewati hal tersebut dengan berbagai warna kehidupan,”
terang Mak.
Oleh karena itu, lanjut Mak, rumah tradisional
Kenali mengenal istilah haluan dan belakang. Arah
haluan adalah daerah khusus bagi keluarga atau bagi
tamu terhormat seperti raja pemimpin marga dan
saibatin, sedangkan belakang rumah merupakan tempat
yang boleh dimasuki pendatang dari luar.
Arah haluan juga menentukan arah tidur di dalam
rumah. Saat tidur, tubuh harus membujur ke arah haluan
yang disebut juga tidur jura. Untuk orang yang meninggal
dunia, semua arah tidur dibalik ke arah belakang. Akan
tetapi, sejak Islam berkembang di Kenali, kepala jenazah
menghadap ke arah utara dengan wajah menghadap
kiblat.
“Apakah ruangan di dalam rumah ini juga seperti
rumah lainnya?” tanya Kamila lagi sambil menghindari
ember untuk menampung tetesan hujan semalam.
“Hati-hati, Kamila!” kata Mak sambil mengeser
ember tersebut.
“Oh, iya. Sebenarnya rumah ini tidak jauh berbeda
dengan rumah pada umumnya.”
18 Rumah Perahu, Rumah Kenali
Mak lalu menjelaskan bahwa kamar di sebelah
kiri diperuntukkan bagi anak laki-laki paling tua. Ruang
lebing kebik tersebut memiliki makna khusus. Anak lelaki
tertua merupakan sebatin, orang yang harus dihormati
dan dibela. Karena itu, tidak sembarang oang boleh
masuk ke dalam ruangan itu.
Selanjutnya kamar di sebelah kanan. Kamar yang
disebut tebelayar ini adalah kamar untuk anak yang lebih
muda. Ketika besar, anak ini harus keluar dari rumah
dan mencari tempat tinggal yang baru.
Kamar orang tua terletak antara lebing kebik dan
lebing tebelayar. Fungsi kamar tersebut sebagai penengah
atau penyeimbang. Orang tua harus diteladani atau
didengar nasihatnya. “Tapi jika tidak memiliki anak laki-
laki, orang tua boleh menggunakan lebing kebik,” tambah
Mak.
19Rumah Perahu, Rumah Kenali
S
ore ini cuaca lebih cerah. Meski sinar matahari
tampak malu-malu, banyak orang menikmati
suasana ini. Sedari tadi lalu-lalang kendaraan
pun silih berganti. Terkadang terdengar suara klakson
mobil yang cukup kencang dari jalan utama.
Zul dan Muli juga tampak asyik bermain di
pekarangan rumah. Keduanya sedang bermain jelentik,
Masih Disayang Tuhan
20 Rumah Perahu, Rumah Kenali
21Rumah Perahu, Rumah Kenali
permainan tradisional khas Lampung yang menggunakan
karet gelang.
Sebelum permainan dimulai, baik Zul maupun
Muli harus terlebih dahulu melakukan suten. Suten
merupakan salah satu cara untuk menentukan siapa
yang berhak bermain lebih dahulu.
“Aku menang,” kata Muli saat melihat jempol
kanannya berhasil mengalahkan telunjuk kanan Zul.
Gadis kecil tersebut tertawa girang.
Asalamulaikum.
“Alaikum salam,” jawab Zul dan Muli bersamaan.
“Oh, Pak Rahman. Cari Mak, ya, Pak? Sebentar ya,
Pak,” kata Zul sambil mencium tangan Pak Rahman dan
seorang teman yang datang bersamanya.
Tak lama kemudian, Mak muncul dari dalam
rumah.
“Eh, Pak Rahman. Mari, Pak, silakan masuk,”
kata Mak.
Tanpa dikomandoi, Zul dan Muli yang sedari tadi
asyik bermain turut masuk ke dalam rumah. Hanya saja,
keduanya masuk melalui pintu belakang.
22 Rumah Perahu, Rumah Kenali
Muli langsung membuatkan dua cangkir kopi
hangat dan dua cangkir teh. Kopi untuk dua orang tamu,
sedangkan teh untuk mak dan abang.
Abang selalu mendampingi Mak saat menerima
tamu. Ini merupakan salah satu pesan mendiang Bak.
Selain menemani Mak, kehadiran Abang juga untuk
menghormati tamu yang datang.
“Ya, Bu. Bantuan ini memang hanya untuk warga
tertentu saja. Namun, harus menyertakan sertikat
rumah sebagai pelengkap administrasi,” jelas Pak Ragil.
Pak Ragil adalah tamu yang datang bersama
dengan Pak Rahman. Beliau mengaku petugas dari sebuah
instansi pemerintah yang tahun ini memiliki program
bantuan bagi rumah tradisional yang harus dilestarikan.
“Baiklah, Pak. Sertikatnya nanti saya titip ke
Pak Rahman. Semoga ada kabar baik untuk kami,” ujar
Mak sesaat sebelum tamu tersebut meninggalkan ruang
tamu.
Usai mengantar tamu hingga ke depan, Abang
langsung menggembok pagar. Mak terlihat mengunci
seluruh jendela rumah. Sebab, sebentar lagi waktu
Magrib tiba.
Tak lama kemudian, Muli langsung merapikan
kembali ruang tamu. Cangkir yang telah kosong kemudian
23Rumah Perahu, Rumah Kenali
dibawa ke dapur. Bantal kursi pun diletakkan kembali ke
tempatnya.
Keesokan harinya, seperti biasa, anak-anak
berangkat ke sekolah bersama dengan Pak Rahman. Tak
lupa pula Mak menitipkan sertikat yang telah dijanjikan
semalam.
“Ya, Bu, akan segera saya sampaikan. Semoga
kita segera mendapat kabar baik,” ujar Pak Rahman.
Mendengar hal itu, Mak lalu mengangguk dan tersenyum.
Terlihat raut wajah Mak yang begitu bahagia.
Kegundahan yang selama ini mengelayuti pikirannya
perlahan mulai sirna. “Alhamdulillah, rumah perahu ini
bisa segera diperbaiki,” kata Mak sambil memandangi
beberapa papan bagian samping yang juga sudah mulai
rapuh.
******
Usai mengantarkan kue tat ke toko kue, Mak
mampir ke kantor kelurahan. Saat memarkirkan motor
terdengar suara yang begitu riuh datang dari dalam
kantor.
Semula Mak ragu untuk masuk karena melihat
situasi yang tidak kondusif. Namun, niat tersebut
diurungkan karena kartu tanda penduduk elektronik
(e-ktp) sudah sejak pekan lalu bisa diambil.
24 Rumah Perahu, Rumah Kenali
“Jadi, petugas itu penipu. Ya, ampun! Bagaimana
nasib kami? Sertikat itu satu-satunya barang
berharga yang saya miliki,” ujar seorang ibu yang
tengah menggendong anaknya. Sesaat kemudian ia pun
menangis histeris.
Suara tak kalah lantang juga terdengar dari
sisi kanan. “Pak Lurah. Oknum itu mengaku petugas
pemerintahan. Bapak harus bertanggung jawab
mengembalikan sertikat kami,” teriak seorang
laki-laki yang bertubuh tambun. Matanya memerah
menahan amarah. Napasnya pun terlihat tidak teratur.
Perkataannya tersebut langsung disambut tepuk tangan
dan sorak-sorai warga yang sudah memadati ruangan.
Pak Lurah lalu menenangkan warga. Ia
memerintahkan stafnya untuk mendata siapa saja yang
menjadi korban penipuan tersebut. Ia berjanji masalah
ini akan segera diselesaikan.
“Oleh karena itu, saya memohon Bapak dan Ibu
yang hadir untuk tetap tenang dan sabar. Saya segera
menghubungi pihak terkait untuk mencari info tentang
program tersebut. Saya masih berharap program tersebut
memang dianggarkan oleh pemerintah tapi ditunggangi
oleh oknum tertentu,” kata Pak Lurah berusaha untuk
menenangkan warga yang hadir.
25Rumah Perahu, Rumah Kenali
Mendengar itu, tiba-tiba kepala Mak menjadi
pusing. Teringat akan kunjungan Pak Ragil sore itu dan
teringat kembali sertikat rumah yang sudah diberikan.
“Astagrullah. Ya, Allah. Bagaimana ini?” kata Mak sambil
memegang kepalanya. Sesaat kemudian pandangan Mak
berkunang-kunang dan tiba-tiba semuanya menjadi gelap.
*****
Sudah dua jam berlalu, Mak tidak juga tersadar
dari pingsannya. Semula Zul ingin sekali menghubungi
Alak yang berada di kampung. Akan tetapi, niat tersebut
diurungkannya. Ia masih menunggu satu jam lagi.
Jika Mak tidak juga siuman, mau tidak mau Zul harus
menelepon Alak guna mendapat petunjuk lebih lanjut.
Zul sedikit lebih tenang karena Bu Rahman telah
memanggil dokter puskesmas. Dari pemeriksaan dokter,
Mak hanya perlu beristirahat saja.
Orang-orang yang semula memadati rumah
diminta satu per satu untuk memberikan ruang kepada
Mak. Dengan mendapat sirkulasi udara yang lancar
dimungkinkan Mak segera terjaga.
Tetiba saat hendak mengangkat gagang telepon
Zul mendengar suara Muli. Lalu, ia pun bergegas menuju
ruang keluarga.
26 Rumah Perahu, Rumah Kenali
“Mak, Mak. Alhamdulillah, Mak sudah sadar,”
kata Muli sambil menyeka air matanya yang sedari tadi
menganak sungai. Zul pun terlihat senang. Raut wajahnya
yang sedari tadi begitu tegang berubah seketika.
“Zul, Muli, maafkan Mak. Mak membuat kesalahan.
Kita akan kehilangan rumah perahu ini,” kata Mak
terbata-bata. Terbayang di matanya rumah peninggalan
suaminya akan berpindah tangan.
“Tidak, Mak. Kita tidak akan kehilangan rumah.”
“Benar kata Zul, Mak. Rumah ini tetap milik Mak,”
tambah Bu Rahman dengan senyum. Bu Rahman lalu
memberikan secangkir teh hangat.
“Maksudnya?” raut wajah Mak terlihat bingung.
Ditolehnya Zul, Muli, dan Bu Rahman satu per satu.
“Begini, Mak. Kebetulan saat Mak memberikan
sertikat, Pak Rahman mendadak mendapat tugas keluar
kota sehingga sertikat Mak belum sempat diberikan,”
jelas Bu Rahman dengan terperinci.
Mendengar hal itu, Mak lalu tersenyum. Ia langsung
memeluk Zul dan Muli dengan erat. “Alhamdulillah, Allah
menyayangi kita semua.”
27Rumah Perahu, Rumah Kenali
Pertolongan yang
Tak Terduga
“H
ujan disertai angin kencang diperkirakan akan
terjadi hingga Maret. Data dari Badan Meteorologi
dan Geosika menyebutkan bahwa terjadi siklon tropis
cempaka yang akan menimbulkan hujan dengan intensitas
yang lebat.”
“Mak, Mak...! Kata penyiar televisi, hujan akan terus
turun hingga Maret,” kata Muli yang sedang merapikan
baju yang telah disetrika Mak.
28 Rumah Perahu, Rumah Kenali
“Ya, Muli. Karena itu kamu di rumah saja, ya, Sayang.
Mak khawatir nanti kamu demam dan terkena u.”
“Siap, Mak. Mak kan tahu, aku anak yang penurut,
tidak seperti Abang,” kata Muli sambil melirik Zul yang
tengah mengerjakan tugas dari sekolah.
“Eh, kok Abang dibawa-bawa? Abang juga anak
penurut, kok. Buktinya, sekarang di rumah. Benar kan,
Mak?” kata Zul meminta pembelaan dari Mak.
Mendengar kedua belah hatinya saling menggoda,
Mak lalu tersenyum. “Kedua anak Mak penurut, saleh
dan salihah. Mak bangga dengan kalian.”
Mak lalu mengecup kening Muli dan mengelus
rambut Zul. “Sejak Bak tiada, kalian adalah penjaga
dan penghibur Mak. Abang sebagai anak tertua telah
menjalankan amanah Bak. Yang sabar, ya, Bang.
Insyaallah kita selalu diberikan kesehatan,” kata Mak
yang serta-merta diamini Zul dan Muli.
Tak lama berselang terdengar suara pintu rumah
diketuk.
Tok, tok ...!
Asalamulaikum.
“Alaikum salam. Tunggu sebentar,” jawab Abang.
Sebelum membuka pintu, Abang mendatangi Mak dan
bertanya. “Mak, ada tamu di depan dan sepertinya suara
29Rumah Perahu, Rumah Kenali
30 Rumah Perahu, Rumah Kenali
perempuan. Boleh tidak aku buka pintunya?” tanya
Abang.
“Ya, boleh, Abang. Tidak baik menolak kedatangan
tamu yang bertandang ke rumah ini,” kata Mak.
Abang lalu mengambil kunci rumah yang tergantung
di dalam lemari kayu. Lemari itu berisi koleksi buku Bak
tentang kelistrikan dan ilmu bumi. Tampak pula buku
cerita anak-anak berjejalan di lemari itu. Buku milik Muli
itu tak boleh dipindahkan karena akan menimbulkan
“perang dunia kedua”, istilah yang sering digunakan
Mak jika Muli mulai ribut mencari buku bacaannya yang
sering tercecer ke mana-mana.
“Mari, Te, silakan masuk. Sebentar aku panggilkan
Mak,” kata Abang mempersilakan tamu untuk duduk.
“Terima kasih, Zul. Bagaimana kabarmu? Musim
hujan begini, semoga sehat selalu, ya,” kata tamu tersebut.
“Alhamdulillah, Te. Aku, Muli, dan Mak sehat,”
kata Zul sambil merapikan bajunya yang sebenarnya
tidaklah kusut.
Tak lama kemudian Mak pun muncul. Melihat
tamu yang datang, Mak lalu tersenyum. “Mak pikir tamu
jauh mana yang datang. Ternyata Dek Kamila”.
31Rumah Perahu, Rumah Kenali
“Ya, Mak. Maaf menganggu aktivitas sore ini,”
jawab Kamila sambil mengenalkan beberapa orang yang
turut datang bersamanya.
“Ini Pak Nyoman, Ketua Asosiasi Arsitektur
Tradisional Indonesia,” ujar Kamila.
Pak Nyoman lalu menceritakan tujuan mereka
datang. Rupa-rupanya artikel yang ditulis Kamila tentang
“Rumah Perahu” beberapa waktu lalu mengundang
banyak simpati.
Semangat Mak dan keluarga menjaga rumah
perahu mendapat respons yang sangat baik dari banyak
pihak. Bahkan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
melalui Direktorat Jendral Kebudayaan akan memberikan
bantuan agar rumah perahu tetap berdiri.
“Oleh karena itu, kami mengajak Kamila untuk
berkunjung langsung ke sini. Kami ingin menyampaikan
langsung berita gembira ini,” jelas Pak Nyoman.
Mendengar hal ini Mak terdiam sejenak. Terlintas
kembali musibah yang hampir menimpa mereka.
Kedatangan Pak Nyoman sore ini tak berbeda saat Pak
Ragil datang menawarkan bantuan.
Mak lalu bertanya, “Apakah saya harus
menyerahkan sertikat rumah untuk keperluan
administrasi, Pak?”
32 Rumah Perahu, Rumah Kenali
“Oh, tidak, Mak. Mak bahkan tidak perlu
menyerahkan apa pun kepada kami. Kami sebagai
perwakilan organisasi bahkan akan memberikan
pengawasan agar bantuan ini benar-benar sampai ke
tangan Mak dan keluarga tanpa ada potongan sedikit
pun,” jelasnya.
Kamila pun menambahkan, “Bantuan ini
merupakan program tahunan Ditjen Kebudayaan
yang bekerja sama dengan organisasi yang fokus pada
pelestarian warisan budaya lokal. Tahun 2017 lalu, Ditjen
Kebudayaan juga memberikan bantuan sejumlah dana
untuk apresiasi sejarah melalui aktivitas kesejarahan.”
“Bantuan ini akan disalurkan langsung ke rekening
Mak. Petugas hanya akan melakukan pendampingan saat
renovasi dikerjakan,” tambah Pak Nyoman.
Mendengar penjelasan yang begitu panjang lebar
ini, akhirnya Mak bisa bernapas lega. Mak percaya
kedatangan Pak Nyoman dan Kamila sore ini membawa
angin segar bagi keluarga mereka.
“Silakan, Pak Nyoman dan Dek Kamila, cicipi
kuenya! Hanya ini yang bisa kami hidangkan,” kata Mak
yang hampir saja lupa menawari tetamu menikmati
suguhan sore ini.
33Rumah Perahu, Rumah Kenali
Kamila lalu mencicipi sekubal yang dilengkapi
dengan bumbu rendang dan tape ketan. Sekubal
merupakan makanan tradisional Lampung yang terbuat
dari bahan utama ketan yang kemudian dibungkus daun
pisang dan direbus dalam waktu yang cukup lama.
“Mak, ternyata kue ini enak sekali. Aku pernah
melihatnya di Pasar Semep beberapa waktu lalu, tetapi
tidak sempat kubeli. Apakah memang sudah berlapis
begini, ya, Mak saat direbus?” tanya Kamila penasaran.
“Ya, Kamila. Tiap lapis setebal lima sentimeter
dipisah dengan potongan daun pisang sehingga mudah
saat dilepaskan. Memasaknya membutuhkan waktu yang
cukup lama. Biasanya masyarakat Lampung bergotong
royong memasaknya dalam sebuah tungku yang besar
dengan nyala api sedang. Saat seperti ini menjadi ajang
silaturahmi masyarakat,” terang Mak.
Pengetahuan Mak terhadap makanan tradisional
Lampung memang sangat luas. Maklum saja, sejak
kecil Mak memang memiliki kegemaran memasak dan
kebetulan pula orang tua Mak memiliki toko yang menjual
penganan tradisional Lampung. Mulai dari gulai taboh,
satai ikan marlin, sayur gabin yang terbuat dari umbut
kelapa, dan pindang ikan.
34 Rumah Perahu, Rumah Kenali
Pak Nyoman pun lalu menyesap kopi yang asapnya
masih mengebul. “Kopi ini luar biasa nikmatnya. Ini pasti
kopi Liwa yang terkenal itu ya, Mak?”
“Pak Nyoman bisa saja. Ini kopi luwak kiriman dari
pekon kami. Pekon Kenali namanya,” jelas Mak.
Mak lalu menjelaskan pohon kopi telah tumbuh
sejak awal abad ke-19 di Lampung. Masyarakat yang
tinggal di daerah pesisir menanam kopi jenis robusta.
Bagi masyarakat Lampung, kopi tidak sekadar untuk
mencukupi kebutuhan ekonomi saja, tetapi juga sebagai
pengikat silaturahmi. Petani kopi yang memanen kopinya
akan mengundang sanak saudara untuk minum kopi
bersama dan mencicipi hasil panennya.
“Kopi luwak menjadi favorit masyarakat saat ini,”
terang Mak.
“Kopi luwak ini juga sudah diekspor ke berbagai
negara, lo, Pak Nyoman. Untuk informasi lebih lanjut,
Bapak bisa membaca artikel saya yang akan terbit minggu
ini,” tambah Kamila berpromosi.
Sontak Pak Nyoman, Zul, dan Mak yang sedari tadi
duduk bersama di ruang tamu tertawa. Sore ini begitu
indah, seindah kebahagiaan yang datang menyelimuti
keluarga Zul.
35Rumah Perahu, Rumah Kenali
M
usim hujan berlalu sudah. Raja siang mulai
menampakkan kegarangannya. Bunga-
bunga yang mulai bermekaran berwarna-
warni menghiasi keindahan Kota Bandarlampung.
Sinar keceriaan juga tercermin dari rumah perahu.
Hari ini semua orang berkumpul di tempat tersebut
dengan penuh semangat. Semangat untuk bergotong
royong merenovasi rumah perahu.
Indahnya
Gotong Royong
36 Rumah Perahu, Rumah Kenali
“Ni, coba perhatikan lis bagian kanan. Sisi
kanannya sudah keropos. Jangan lupa diganti, ya. Tapi
lebarkan tiga senti,” kata Alak kepada tukang kayu yang
tengah mengampelas kayu ara.
“Baik, Lak. Kuperhatikan di bagian yang keropos
bukanlah kayu ara. Lihat saja teksturnya. Kalau kayu ara
tidak mungkin baru 30 tahun sudah rapuh,” ujar Devni
sambil memperhatikan beberapa plang kayu lainnya.
“Ya, benar, Ni. Maklum saja, waktu itu kami tidak
sempat menemani.”
“Sekarang saya sudah mencatat bagian mana saja
yang harus kita diperbaiki. Bagian atap harus dibongkar
semua. Kita pakai kembali ijuk. Genting kodok itu
singkirkan saja”.
“Kita juga harus membuat lebing tengah lengkap
dengan tirai sebagai pemisah ruangan. Intinya, rumah
perahu ini kita perbaiki sampai sama persis dengan
rumah perahu di Kenali,” terang Alak dengan terperinci.
Alak membawa enam orang tukang memperbaiki
rumah perahu ini. Tukang tersebut sengaja dibawa Alak
dari Kenali agar rumah perahu benar-benar seperti tempat
asalnya berada, di lereng Gunung Pesagi, Lampung Barat.
37Rumah Perahu, Rumah Kenali
Di bagian lain, dua orang tukang tampak sibuk
membongkar tangga bagian belakang. Tangga tersebut
harus diganti semua karena semua kayu nyaris keropos
termakan usia.
Mak dan beberapa tetangga tak mau ketinggalan.
Di sudut pekarangan yang telah dipasang tarup plastik
berwarna biru, mereka tampak sibuk mempersiapkan
masakan untuk santap siang.
Aroma gulai taboh sedari tadi sudah menyebar
ke penjuru pekarangan. Kali ini Mak menggunakan iwa
tapa semalam sebagai campuran gulai. Iwa tapa semalam
merupakan salah satu buah tangan yang dibawa Alak
dari Pekon Kenali.
Sementara itu, Bu Rahman juga tengah
mempersiapkan kudapan yang akan dibagikan kepada
orang-orang yang tengah bergotong royong. Selain kopi
Liwa, Bu Rahman juga menyiapkan es serbat.
Es yang begitu menyegarkan itu berbahan utama
buah kuweni. Buah kuweni yang matang dikupas
kemudian dicacah menjadi kecil-kecil. Lalu, dimasukkan
ke dalam sebuah gelas, ditambahkan gula merah
38 Rumah Perahu, Rumah Kenali
39Rumah Perahu, Rumah Kenali
40 Rumah Perahu, Rumah Kenali
yang telah dicairkan dan tak lupa sebongkah es batu.
Tambahkan air secukupnya dan siap diseruput.
“Zul, Muli, sini!” Bu Rahman memanggil keduanya
yang baru saja selesai memindahkan pot kembang milik
Mak. Mak memang senang bercocok tanam. Semua pot
berisi tanaman hias yang memiliki bunga berwarna-
warni.
“Ya, Bu,” jawab Zul sambil berlari-lari diikuti Muli.
“Bawakan minuman ini ke Bapak-Bapak yang
sedang istirahat itu. Hati-hati, ya, Zul,” pesan Bu Rahman.
“Nah, Muli bawakan geguduh ini. Bawa satu-satu
saja piringnya. Khawatir jatuh,” pesan Bu Rahman.
Muli pun menganggukkan kepala tanda mengerti.
Namun, pandangannya tak lepas dari geguduh yang
masih hangat itu.
Rupa-rupanya Bu Rahman memperhatikan itu.
Diambilnya satu geguduh. “Ini Muli sayang. Cicipilah
geguduh buatan makmu. Pasti kamu sudah tidak sabar
untuk menikmatinya, kan?” goda Bu Rahman.
Melihat hal itu, Zul pun tertawa. “Muli memang
tidak tahan godaan geguduh, Bu. Eh, bukan itu saja. Muli
tak tahan godaan semua makanan,” canda Zul membuat
Muli tersipu malu.
41Rumah Perahu, Rumah Kenali
Tiga jam berlalu, waktu Zuhur pun tiba. Para
lelaki menuju masjid yang letaknya tak jauh dari rumah.
Beberapa ibu secara bergantian salat dan menyiapkan
makan siang.
Kali ini makan siang akan terasa lebih nikmat.
Itu karena Alak dan beberapa tukang telah menyiapkan
tempat makan khusus di pojok kanan pekarangan.
Tiga lembar tikar anyaman telah dibentangkan.
Tumpukan piring telah pula diletakkan di sana. Para ibu
bergantian mengangkat dan menata santapan yang akan
menjadi menu makan siang hari ini.
Selain gulai taboh, Mak juga menyiapkan seruit.
Seruit merupakan makanan khas Lampung yang sangat
mengugah selera. Terdiri atas ikan bakar, lalapan sayur
yang direbus atau mentah, sambal terasi, dan tempoyak.
Jika dimakan beramai-ramai, tak terasa dua piring nasi
tandas.
Mak juga menyiapkan pisang, nanas madu, dan
jambu kristal sebagai pencuci mulut. Buah-buahan itu
diberi oleh Pak Kaisar, tetangga sebelah rumah.
Pak Kaisar adalah pengusaha hasil bumi. Selain
memiliki perkebunan kopi dan lada, ia juga memiliki
42 Rumah Perahu, Rumah Kenali
kebun buah-buahan. Buah-buahannya tidak hanya dijual
di Lampung saja, tetapi juga sampai ke luar negeri.
Setelah semua telah terhidang, Alak, Zul, dan
rombongan telah pula menunaikan salat Zuhur. Zul pun
langsung mengikat sarung di pinggangnya bersiap untuk
mencari tempat duduk yang paling strategis.
“Wah, Zul sudah lapar, ya?”
“Ya, Alak. Aroma gulai taboh bikinin Mak benar-
benar membuat perutku keroncongan”.
“Ayo kita makan. Mari Devni. Ajak teman-temanmu
makan di sini!” ajak Alak sambil mengambil piring yang
telah disiapkan.
43Rumah Perahu, Rumah Kenali
D
ua bulan telah berlalu. Renovasi rumah perahu
pun akhirnya rampung. Tak ada lagi kayu
keropos, lis yang hampir lepas, dan genting yang
bocor. Rumah itu kini berdiri gagah di antara bangunan
modern lainnya.
Pagi ini, Zul, Muli, dan Mak tampak sangat sibuk.
Zul mondar-mandir di pekarangan rumah. Sesekali ia
bercakap-cakap dengan tim rebana yang telah berbaris
Kebahagiaan
bagi Semua
44 Rumah Perahu, Rumah Kenali
rapi. Muli memastikan kondisi semua ruangan, begitu
pula Mak. Mak memeriksa makanan, apa sudah cukup
bagi para tetamu dan tidak kurang satu apa pun?
Tepat pukul 08.00 satu per satu tamu berdatangan.
Zul yang sudah mengenakan pakaian tradisional adat
Pesisir telah berdiri tegap menyambut mereka. Alak, para
penyimbang Kenali, dan beberapa tokoh adat memberikan
senyum terbaiknya.
Para gadis remaja tampak begitu manis
mengenakan kain tapis. Pakaian yang mereka gunakan
berkilauan tertimpa cahaya pagi.
Panitia yang bertugas menyilakan semua tamu
untuk duduk di tempat yang telah disediakan. Tetamu
juga bisa mencicipi hidangan yang telah disiapkan.
Di bagian kanan dan kiri pekarangan berdiri stan-
stan yang berisi berbagai macam pernak-pernik khas
Lampung. Namun, di antara stan tersebut ada satu
stan yang paling menarik hati para pengunjung pagi ini,
terutama anak-anak.
Di stan tersebut rupanya secara bergantian para
muda mudi mengadakan warahan, yakni membacakan
dongeng, hikayat, epos, dan mitos dari Lampung Barat.
45Rumah Perahu, Rumah Kenali
46 Rumah Perahu, Rumah Kenali
Sesekali terdengar suara gelak tawa dari para
penonton saat pembaca warahan berhasil memikat
hati mereka.
Keriuhan di stan tersebut mengundang
perhatian Muli. Setelah memastikan semua tugasnya
beres, Muli pun memilih merapat ke stan tersebut.
Muli pun larut dalam keceriaan tersebut.
“Darrr. Rupa-rupanya kamu di sini, Muli!” tiba-
tiba Zul muncul di hadapan Muli. Nyaris saja Muli
berteriak karena tengah serius menyimak warahan.
“Ah, Abang. Bikin copot jantungku saja.”
“Kamu dicari Mak. Buruan,” kata Zul sambil
menarik tangan kanan adiknya. Mau tak mau, Muli
pun mengikuti ajakan tersebut.
“Muli, warahan tadi bercerita tentang apa?
Sepertinya sangat seru. Abang dengar banyak orang
tertawa di sana,” tanya Zul penasaran.
Mendengar pertanyaan ini spontan Muli
tertawa. “Oh, rupa-rupanya Abang penasaran, ya?”
katanya mengoda Zul. “Ah, Muli. Ayo dong, ceritakan!”
pinta Zul.
47Rumah Perahu, Rumah Kenali
“Ya, ya, Bang. Jangan ngambek. Warahan tadi
bercerita tentang asal usul Pekon Kenali, tanah kelahiran
Bak,” jawab Muli.
Muli pun bercerita. Pada zaman dahulu, berlayarlah
Lalaulah bersama dengan sembilan orang temannya.
Mereka melewati Filipina, Sumatra Barat, lalu menuju
ke arah selatan. Namun, saat melewati Samudra Hindia
yang ganas, mereka menghadapi gelombang yang sangat
dahsyat dan terdamparlah di Krui.
Rombongan tersebut lalu melakukan perjalanan
ke dataran yang lebih tinggi yang kemudian dinamakan
Pesagi. Dari puncak gunung tersebut, mereka dapat
memandang ke segala arah dan semua terlihat sangat
indah.
Lalu, mereka melihat sebuah hutan yang begitu
lebat. Ternyata di sana terdapat pohon sekala yang lebat
dan sangat terkenal. Nanti, daerah tersebut dinamakan
Sekala Berak. Berak artinya ‘luas’.
Di tempat tersebut Lalaulah menemukan sebuah
pohon yang cukup aneh. Terdapat pohon nangka yang
mempunyai cabang dari jenis pohon lain, yaitu sejenis
48 Rumah Perahu, Rumah Kenali
pohon hutan yang bergetah. Ternyata pohon tersebut
sangat beracun. Empat orang temannya yang makan
buah tersebut tiba-tiba menjadi sakit.
Pohon yang belakangan diketahui bernama melasa
keppapang ditebanglah oleh Lalaulah. Tanpa sengaja,
getah pohon tersebut mengenai salah satu temannya
yang sakit.
Lalu, tiba-tiba saja, temannya tersebut langsung
sembuh dan luka di kulitnya langsung kering saat itu
juga. Ternyata, melasa keppapang selain beracun juga
menjadi penawar racun.
Keesokan harinya, datanglah sekelompok penduduk
asal daerah itu yang dipimpin oleh seorang ratu. Mereka
menamakan diri mereka suku Tumi. Rakyat Tumi percaya
pohon melasa keppapang memiliki kekuatan. Mereka
sangat terkejut pohon tersebut telah ditebang dan roboh.
Melihat hal itu, ratu mengajak rakyatnya untuk
tunduk dan takluk kepada Lalaulah karena dia dianggap
memiliki kemampuan yang begitu kuat. Atas kesepakatan
bersama, melasa keppapang tersebut dibawa pulang dan
disimpan. Selanjutnya, mereka mendirikan sebuah pekon
49Rumah Perahu, Rumah Kenali
yang kemudian berkembang menjadi Kerajaan Sekala
Berak yang kuat.
******
Tak lama berselang, rombongan Gubernur
Lampung didampingi beberapa wakil rakyat pun tiba.
Suara tetabuhan rebana pun mulai terdengar silih
berganti menambah kemeriahan acara pagi ini.
“‘Sini, Muli dan Zul! Mendekat ke Mak. Kita
saksikan Gubernur akan meresmikan rumah perahu kita,”
kata Mak dengan mata yang memancarkan kebanggaan
dan juga kebahagiaan.
“Ya, Mak. Alhamdulillah. Rumah perahu
peninggalan Datuk memberikan manfaat bagi orang
banyak,” kata Zul dengan raut muka penuh kegembiraan.
Tak lama kemudian terdengar suara pewara yang
meminta Gubernur Lampung untuk meresmikan rumah
perahu.
“Semoga rumah perahu ini bisa bermanfaat bagi
masyarakat yang ingin mendapatkan informasi tentang
budaya Kenali. Dengan ini saya nyatakan rumah perahu
50 Rumah Perahu, Rumah Kenali
resmi menjadi pusat informasi kebudayaan Kenali,” ujar
Gubernur sambil menggunting pita merah. Riuh tepuk
tangan dan suara tetabuhan mengiringi peresmian itu.
Tak terasa air mata menetes dari bola mata Mak.
Kini tak ada lagi gundah di hati. Rumah perahu tetap
akan berdiri bahkan memberi manfaat bagi orang banyak.
Bekerja sama dengan keluarga besar Kenali, Mak
akan mengadakan berbagai kegiatan untuk mengenalkan
dan melestarikan budaya Kenali. Mulai dari demo
memasak makanan tradisional Kenali, membuat kain
tapis motif perahu khas Kenali, hingga membuat kelas
bagi siswa yang ingin mengetahui tradisi lisan Lampung
Barat.
51Rumah Perahu, Rumah Kenali
Glosarium
abang : sapaan untuk kakak laki-laki
bak : sapaan untuk ayah
alak : sapaan untuk kakak laki-laki ayah
lamban batih : rumah keluarga inti
pekon : desa
penyimbang : tokoh yang dituakan dalam sebuah
marga
lebing tengah : tempat tidur orang tua yang berada
antara kamar anak paling tua dan
anak yang lebih muda
lebing kebik : kamar anak laki-laki paling tua
lebing tebelayar : kamar anak yang usianya lebih muda
iwa tapa semalam : ikan mujair yang diasap
geguduh : makanan tradisional khas Lampung
yang terbuat dari olahan pisang dan
terigu
52 Rumah Perahu, Rumah Kenali
gulai taboh : makanan tradisional khas Lampung
Pesisir yang terbuat dari olahan
pisang dan tepung
warahan : tradisi lisan dari Lampung Barat
culu langi : cincin berbahan logam yang dipasnag
di atap rumah
paguk : ukiran berbentuk tanduk
saibatin : salah satu adat di lampung
sesai : dinding rumah berbahan kayu
tidur jura : tidur dengan tubuh menghadap ke
haluan rumah
sekubal : makanan tradisional Lampung yang
terbuat dari ketan
sayur gabin : sayur yang terbuat dari umbut kelapa
sebatin : orang yang dituakan
melasa kepappang : pohon sejenis pohon nangka
resi : lantai rumah bagian utama
53Rumah Perahu, Rumah Kenali
Nama : Dian Anggraini, S.S., M.Pd.
Telpon : (0721) 486408/082179926870
Pos-el : diansastralampung@gmail.com
Akun Facebook : Dian Anggraini Ayen
Alamat Kantor : Kantor Bahasa Provinsi Lampung
Kompleks Gubernuran Jalan
Beringin II Telukbetung
Bandarlampung
Bidang keahlian : Sastra Interdisipliner
Riwayat profesi:
1. 2002–2006 : Jurnalis di Radar Lampung
2. 2006–2014 : Pengkaji Sastra
3. 2014–sekarang : Peneliti Pertama Bidang Sastra
Biodata Penulis
54 Rumah Perahu, Rumah Kenali
Riwayat Pendidikan Tinggi dan Tahun Belajar:
1. S-2: Pendidikan Bahasa dan Sastra Universitas
Lampung (20016--2018)
2. S-1: Sastra Inggris STBA Yunisla Lampung
(1998--2002)
Judul Buku dan Tahun Terbit (10 Tahun Terakhir):
1. Si Dayang Rindu (2016)
2. Menyeruit, Yuk! (2017)
3. Gadis Penenun Tapis (2018)
Judul Penelitian dan Tahun Terbit (10 tahun
terakhir):
1. “Konik Pi dalam Novel Life of Pi: Psikoanalisis” (Jurnal
Kelasa, 2013)
2. “Kasih Sayang dan Perjuangan dalam Puisi Siswa Kelas
VII C SMPN 3 Gedongtatan Pesawaran Lampung:
Analisis Struktur Batin” (Jurnal Kelasa, 2014)
3. “Kekhasan Bahasa dalam Pisaan Tapis Berseri Karya
Murhsin” (Jurnal Kelasa, 2015)
4. “Si Dayang Rindu Tunang Raja Palembang: Morfologi
Vladimir Propp” (Jurnal Metasastra, 2016)
5. “Budaya Lampung dalam Cerpen Sebambangan karya
Budi P Hatees: Kajian Sosiologi” (Jurnal Aksara, 2017)
Informasi Lain:
Lahir di Mentok Bangka, 2 Mei 1978. Menikah dan
dikaruniai dua anak. Saat ini menetap di Lampung. Aktif
di organisasi Himpunan Sarjana Kesustraan Indonesia
(Hiski). Terlibat di pengajaran Bahasa Indonesia untuk
Penutur Asing (BIPA).
55Rumah Perahu, Rumah Kenali
Biodata Penyunting
Nama : Wenny Oktavia
Pos-el : wenny.oktavia@kemdikbud.go.id
Bidang Keahlian : Penyuntingan
Riwayat Pekerjaan
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (2001—
sekarang)
Riwayat Pendidikan
1. S-1 Sastra Inggris, Fakultas Sastra, Universitas
Jember (1993—2001)
2. S-2 TESOL and FLT, Faculty of Arts, University of
Canberra (2008—2009)
Informasi Lain
Lahir di Padang pada tanggal 7 Oktober 1974. Aktif
dalam berbagai kegiatan dan aktivitas kebahasaan, di
antaranya penyuntingan bahasa, penyuluhan bahasa,
dan pengajaran Bahasa Indonesia bagi Orang Asing
(BIPA). Telah menyunting naskah dinas di beberapa
instansi seperti Mahkamah Konstitusi dan Kementerian
Luar Negeri. Menyunting beberapa cerita rakyat dalam
Gerakan Literasi Nasional 2016.
56 Rumah Perahu, Rumah Kenali
Biodata Ilustrator
Nama : Inner Child Studio
Pos-el : innerchildstudio29@gmail.com
Bidang Keahlian : Ilustrator dan Desain
Bekerja sama dengan penerbit sebagai berikut.
1. Group Gramedia (GPU, Kiddo, Grasindo)
2. Erlangga
3. Mizan
4. Tiga Serangkai
5. Sygma
6. Al-Kautsar
7. Indscript
8. Citta Media
9. Magrrah
10. Pelangi Advertising
11. Group Agromedia (Cikal Aksara, Anak Kita,
Wahyu Media)
12. Cat Pyjamas
13. Kemendikbud.
Informasi Lain:
Berdiri pada tgl 5 Juni 2009 dan bergerak di bidang
jasa ilustrasi dan desain.
57Rumah Perahu, Rumah Kenali
Rumah perahu berdiri kokoh di antara bangunan
modern di Kota Bandarlampung. Sayangnya, sejak Bak
meninggal empat tahun lalu, kegagahan rumah perahu
lambat laun menjadi surut. Rumah tempat tinggal Zul,
Muli, dan Mak nyaris saja roboh. Bagaimana perjuangan
mereka untuk menyelamatkan rumah tersebut?
Apakah Mak merelakan rumah perahu berpindah
tangan? Mampukah Zul dan Muli membantu Mak?
Nah, untuk menemukana jawaban tersebut, Adik-Adik
dapat membaca buku berjudul “Rumah Perahu, Rumah
Kenali”. Selamat membaca!
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Jalan Daksinapati Barat IV, Rawamangun, Jakarta Timur